BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tujuan dari belajar bukan
semata-mata berorientasi pada penguasaan materi dengan menghapal fakta-fakta
yang tersaji dalam bentuk informasi
atau materi pelajaran. Lebih jauh daripada itu, orientasi sesungguhnya dari
proses belajar adalah memberikan pengalaman untuk jangka panjang. Dengan
konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja
dan mengalami, bukan transfer
pengetahuan dari guru ke siswa.
Proses pembelajaran harus bisa menciptakan suatu
proses belajar yang dapat mengeksplorasi wawasan pengetahuan siswa dan dapat
mengembangkan makna sehingga akan memberikan kesan yang mendalam terhadap apa
yang telah dipelajarinya. Alternatif
model pembelajaran yang dapat digunakan salah satunya adalah dengan menggunakan
model pembelajaran belajar melalui
pengalaman atau biasa disebut experiential learning.
Model pembelajaran experiential
learning merupakan model pembelajaran yang diharapkan dapat
menciptakan proses belajar yang lebih bermakna, dimana siswa mengalami apa yang
mereka pelajari. Melalui model ini, siswa belajar tidak hanya
belajar tentang konsep materi belaka, hal ini dikarenakan siswa dilibatkan
secara langsung dalam proses pembelajaran untuk dijadikan sebagai suatu
pengalaman. Hasil
dari proses pembelajaran experiential learning tidak hanya
menekankan pada aspek kognitif saja, juga tidak seperti teori behavior yang
menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar. Pengetahuan yang
tercipta dari model ini merupakan perpaduan antara memahami dan mentransformasi
pengalaman.
B. Rumusan
Masalah
Yang menjadi rumusan masalah
dalam penulisan makalah ini adalah:
1.
Apa yang
dimaksud dengan proses pembelajaran melalui pengalaman?
2.
Bagaimana konsep
model belajar melalui pengalaman (experiental learning)?
3.
Apa saja prinsip
dasar dari experiental learning?
4.
Bagaimana
karakteristik dan keuntungan dari experiental learning?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah:
1. Mengetahui apa itu proses pembelajaran melalui
pengalaman
2. Mengetahui konsep model belajar melalui pengalaman
(experiental learning)
3. Mengetahui prinsip dasar dari experiental learning
4. Mengetahui karakteristik dan keuntungan dari
experiental learning
D. Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk menambah pengetahuan kepada pembaca tentang
experiental learning atau belajar melalui pengalaman.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Konsep Belajar Melalui Pengalaman (Experiental Learning)
Metode
Experiential Learning adalah suatu metode proses belajar mengajar yang
mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan serta
nilai-nilai juga sikap melalui pengalamannya secara langsung.
Oleh
karena itu, metode ini akan bermakna tatkala pembelajar berperan serta dalam
melakukan kegiatan. Setelah itu, mereka
memandang kritis kegiatan tersebut.
Kemudian, mereka mendapatkan pemahaman serta menuangkannya dalam bentuk
lisan atau tulisan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam hal ini,
Experiential Learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong
pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran.
Pada
experiential learning, langkah menantang bagi instruktur atau guru adalah memikirkan
atau merancang aktifitas pengalaman belajar seperti apa yang harus terjadi pada
diri peserta baik individu maupun kelompok.
Aktifitas pembelajaran harus berfokus pada peserta belajar
(student-centered learning). Dengan demikian, apa yang harus kita lakukan, apa
yang harus mereka lakukan, apa yang harus kita katakan atau sampaikan harus
secara detail kita rannag dengan baik. Begitu pula dengan media dan alat bantu
pembelajaran lain yang yang dibutuhkan juga harus benar-benar telah tersedia
dan siap untuk digunakan.
Perbedaan mendasar antara
Experiential Learning dengan cara tradisional adalah
Experiential Learning
|
Tradisional
Content-based Learning
|
Aktif
|
Pasif
|
Bersandar pada penemuan individu
|
Bersandar
pada keahlian mengajar
|
Partisipatif, berbagai arah
|
Otokratis,
satu arah
|
Dinamis dan belajar dengan melakukan
|
Terstruktur
dan belajar dengan mendengar
|
Bersifat terbuka
|
Cakupan
terbatas dengan sesuatu yang baku
|
Mendorong untuk
menemukan sesuatu
|
Terfokus
pada tujuan belajar yang khusus
|
Metode
Experiential Learning tidak hanya memberikan wawasan pengetahuan konsep-konsep
saja. Namun, juga memberikan pengalaman
yang nyata yang akan membangun keterampilan melalui penugasan-penugasan nyata. Selanjutnya, metode ini akan
mengakomodasi dan memberikan proses
umpan balik serta evaluasi antara hasil penerapan dengan apa yang seharusnya
dilakukan.
B. Konsep
Model Experiential Learning
Experiental learning theory (ELT),
yang kemudian menjadi dasar model pembelajaran experiential learning ,
dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal 1980-an. Model ini menekankan pada
sebuah model pembelajaran yang holistik dalam proses belajar. Dalam
experiential learning, pengalaman mempunyai peran sentral dalam proses belajar.
Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teori-teori belajar lainnya. Istilah
“experientrial” di sini untuk membedakan anatara teori belajar kognitif yang
cenderung menekankan kognisi lebih daripada afektif. Dan teori belajar behavior
yang menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar (Kolb dalam
Baharudin dan Esa, 2007: 165).
Experiential Learning merupakan model
pembelajaran yang sangat memperhatikan perbedaan atau keunikan yang dimiliki
siswa, karenanya model ini memiliki tujuan untuk mengakomodasi perbedaan dan
keunikan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Dengan mengamati inventori
gaya belajar (learning style inventory) yang dikembangkan masing-masing siswa,
David Kolb mengklasifikasikan gaya belajar seseorang menjadi empat kategori
sebagai berikut:
a. Converger
Tipe ini lebih suka belajar jika menghadapi soal
yang mempunyai jawaban tertentu. Orang dengan tipe ini tidak emosional dan
lebih suka menghadapi benda daripada manusia. Mereka tertarik pada ilmu
pengetahuan alam dan teknik.
b. Diverger
Tipe ini memandang sesuatu dari berbagai segi
dan kemudian menghubungkannya menjadi suatu kesatuan yang utuh. Orang dengan
tipe ini lebih suka berhubungan dengan manusia. mereka lebih suka mendalami
bahasa, kesusastraan, sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya.
c. Assimilation
Tipe ini lebih tertarik pada konsep-konsep yang
abstrak. Orang dengan tipe ini tidak terlalu memperhatikan penerapan praksis
dari ide-ide mereka. Bidang studi yang diminati adalah bidang keilmuan(science)
dan matematika.
d. Accomodator
Tipe ini berminat pada penngembangan
konse-konsep. Orang dengan tipe ini berminat pada hal-hal yang konkret dan
eksperimen. Bidang studi yang sesuai untuk tipe ini adalah lapangan usaha dan
teknik sedangkan pekerjaan yang sesuai antara lain penjualan dan pemasaran.
Dari keempat gaya tersebut, tidak berarti
manusia harus digolongkan secara permanen dalam masing-masing kategori. Menurut
Kolb, belajar merupakan suatu perkembangan yang melalui tiga fase yaitu,
pengumpulan pengetahuan (acquisition), pemusatan perhatian pada bidang tertentu
(specialization) dan menaruh minat pada bidang yang kurang diminati sehingga
muncul minat dan tujuan hidup baru. Sehingga, walaupun pada tahap awal individu
lebih dominan pada gaya belajar tertentu, namun pada proses perkembangannya
diharapkan mereka dapat mengintegrasikan semua kategori belajar.
Model Experiential Learning adalah
suatu model proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk
membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung.
Dalam hal ini, Experiential Learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk
menolong pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses
pembelajaran.
Experiential learning dapat
didefinisikan sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman
yang secara terus menerus mengalami perubahan guna meningkatkan keefektifan
dari hasil belajar itu sendiri. Tujuan dari model ini adalah untuk mempengaruhi
siswa dengan tiga cara, yaitu; 1) mengubah struktur kognitif siswa, 2) mengubah
sikap siswa, dan 3) memperluas keterampilan-keterampilan siswa yang telah ada.
Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan memengaruhi seara keseluruhan,
tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada, maka kedua
elemen lainnya tidak akan efektif.
Experiential learning menekankan
pada keinginan kuat dari dalam diri siswa untuk berhasil dalam belajarnya.
Motivasi ini didasarkan pula pada tujuan yang ingin dicapai dan model belajar
yang dipilih. Keinginan untuk berhasil tersebut dapat meningkatakan tanggung
jawab siswa terhadap perilaku belajarnya dan meraka akan merasa dapat
mengontrol perilaku tersebut.
Experiential learning menunjuk
pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential
learning mencakup: keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif,
evaluasi oleh siswa sendiri dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Model experiential learning memberi
kesempatan kepada siswa untuk memutuskan pengalaman apa yang menjadi fokus
mereka, keterampilan-keterampilan apa yang mereka ingin kembangkan, dan
bagaimana cara mereka membuat konsep dari pengalaman yang mereka alami
tersebut. Hal ini berbeda dengan pendekatan belajar tradisional di mana siswa
menjadi pendengar
pasif dan hanya guru yang mengendalikan proses belajar tanpa melibatkan siswa.
C.
Prinsip Dasar Experiental Learning
Experiential learning adalah
suatu proses dimana siswa mengkonstuksi atau menyusun pengetahuan keterampilan
dan nilai dari pengalaman langsung. Prosedur pembelajaran dalam experiential
learning terdiri dari 4 tahapan, yaitu.
1) Tahap pengamalan konkrit (Concrete
Experience)
Merupakan tahap paling awal, yakni seseorang
mengalami sesuatu peristiwa sebagaimana adanya (hanya merasakan, melihat, dan
menceritakan kembali peristiwa itu).Dalam tahap ini seseorang belum memiliki
kesadaran tentang hakikat peristiwa tersebut, apa yang sesungguhnya terjadi,
dan mengapa hal itu terjadi.
2) Tahap Pengalaman Aktif dan Reflektif
(Reflection Observation)
Pada tahap ini sudah ada observasi terhadap
peristiwa yang dialami, mencari jawaban, melaksanakan refleksi, mengembangkan
pertanyaan- pertanyaan bagaimana peristiwa terjadi, dan mengapa terjadi.
3) Tahap Konseptualisasi (Abstract
Conseptualization)
Pada tahap ini seseorang sudah berupaya membuat
sebuah abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, prosedur tentang sesuatu
yang sedang menjadi objek perhatian.
4) Tahap Eksperimentasi Aktif (Active
Experimentation)
Pada tahap ini sudah ada upaya melakukan
eksperimen secara aktif, dan mampu mengaplikasikan konsep, teori ke dalam
situasi nyata.
Pada dasarnya, tahap-tahap tersebut berlangsung
diluar kesadaran orang yang belajar, (begitu saja terjadi).
Menurut experiential learning theory, agar
proses belajar mengajar efektif, seorang siswa harus memiliki 4
kemampuan (Nasution dalam Baharudin dan Esa, 2007:167).
Kemampuan
|
Uraian
|
Pengutamaan
|
Concrete Experience(CE)
|
Siswa
melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman baru
|
Feeling (perasaan)
|
Reflection Observation(RO)
|
Siswa
mengobservasi dan merefleksikan atau memikirkan pengalaman dari berbagai segi
|
Watcing (mengamati)
|
Abstract Conceptualization (AC)
|
Siswa menciptakan konsep-konsep yang
mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat
|
Thinking (berpikir)
|
Active Experimentation(AE)
|
Siswa
menggunakan teori untuk memecahkan masalah-masalah dan mengambil keputusan
|
Doing (berbuat)
|
D. Karakteristik dan Keuntungan
Belajar Melalui Pengalaman (Experiental Learning)
Experiential
learning seringkali diidentikkan dengan kegiatan outbound, yaitu pelatihan yang
membawa pesertanya ke alam terbuka. Banyak metode yang digunakan di dalamnya
mulai dari simulasi, demonstrasi, role-play atau memecahkan games dan
metode-metode lainnya. Bagi saya apa yang dipahami seperti ini adalah
penyempitan dari makna experiential learning itu sendiri.
Dari
maknanya, experiential learning secara sederhana dapat diartikan sebagai
pembelajaran melalui pengalaman. Hal tersebut menjelaskan bahwa seseorang
diarahkan untuk belajar melalui proses mengalami sendiri topik yang sedang
dipelajarinya.
Karakteristik belajar melalui pengalaman adalah
sebagai berikut :
1.
Belajar lebih
dipersepsikan sebagai proses, bukan sebagai hasil.
2.
Belajar adalah
suatu proses yang berkesinambungan yang berpijak pada pengalaman.
3.
Proses belajar
menuntut penyelesaian pertentangan antara modus-modus dasar untuk beradaptasi
dengan lingkungan.
4.
Belajar
merupakan proses adaptasi terhadap dunia luar secara utuh.
5.
Belajar
merupakan transaksi antara individu dengan lingkungan.
6.
Belajar
merupakan proses menciptakan ilmu pengetahuan.
Apabila metode Experiential
Learning dilakukan dengan baik dan benar, maka ada beberapa keuntungan
yang akan didapat, antara lain:
1.
meningkatkan semangat
dan gairah pembelajar,
2.
membantu terciptanya
suasana belajar yang kondusif,
3.
memunculkan kegembiraan
dalam proses belajar,
4.
mendorong dan
mengembangkan proses berpikir kreatif,
5.
menolong pembelajar
untuk dapat melihat dalam perspektif yang berbeda,
6.
memunculkan kesadaran
akan kebutuhan untuk berubah, dan
7.
memperkuat kesadaran
diri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan,
bahwa model pembelajaran
experiential learning merupakan
model pembelajaran yang memperhatikan atau menitikberatkan pada pengalaman yang
akan dialami siswa. Siswa terlibat langsung dalam proses belajar dan siswa
mengkonstruksi sendiri pengalaman-pengalaman yang didapat sehingga menjadi
suatu pengatahuan. Siswa akan mendapatkan pengalaman-pengalaman yang berbeda
dari apa yang mereka telah pelajari, hal ini karena perbedaan dan keunikan dari
masing-masing gaya belajar masing-masing siswa.
B. Saran
Penulis menyarankan untuk
menggunakan model pembelajaran experiental learning dalam proses pembelajaran
karena dapat menciptakan proses belajar yang
lebih bermakna, dimana siswa mengalami apa yang mereka pelajari.
DAFTAR PUSTAKA
Ø http://albyjmahfudz.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaran-experiential.html (Diakses tanggal 14 Februari 2014)
Ø http://alliswellinfo.wordpress.com/2013/02/05/learning-from-experience-experiential-learning/ (Diakses
tanggal 16 februari 2014)
Ø http://alliswellinfo.wordpress.com/2013/02/05/sejarah-metode-experiential-learning/ (Diakses tanggal 16 februari 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar